RUANGBEKASI.ID | CIKARANG
Sedikitnya 500 pengrajin tempe dan tahu di Kabupaten Bekasi menghentikan produksi, Senin (21/2/2022). Mereka mogok lantaran harga kedelai yang kian tidak masuk akal. Bahkan, dalam sehari harga kedelai bisa naik hingga dua kali.
Sebagai bentuk protes, aksi mogok ini rencana bakal digelar minimal tiga hari. Jika tidak ada respon, bukan tidak mungkin aksi mogok bakal dilanjutkan.
“Kami tidak produksi karena sudah sepakat dengan teman-teman, minimal (mogok) tiga hari. Kami sangat keberatan harga harga kacang (kedelai) tinggi sekali. Masa sehari bisa sampai dua kali naiknya,” ucap Kasturi (48), pengrajin tempe di Cikarang Utara.
Kasturi mengatakan, kenaikan kedelai bukan kali pertama terjadi. Sejak Agustus 2021 lalu, harga kedelai mulai menunjukkan kenaikan. Namun, kenaikan itu rupanya terus berlanjut hingga Februari ini. Kondisi ini semakin memberatkan para pengrajin.
Di sisi lain, para pengrajin kecewa karena kenaikan tersebut tidak segera direspon oleh pemerintah. Alhasil, mereka pun memilih menghentikan produksi sebagai bentuk protes.
“Kami ingin subsidi lagi pemerintah, ditangani lagi oleh bulog, jangan naik terus. Kami tidak memaksa harga sangat dimurahkan, tapi asalkan jangan naik. Karena kalau kami mau naikin harga juga enggak mungkin,” ucap dia.
Diakui Kasturi, di tengah tingginya harga kedelai, dirinya bersama para pengrajin lagi sulit menaikkan harga tempe maupun tahu. Alih-alih mendapat untung, menaikkan harga tempe dan tahu malah bisa membuat penjualan mereka anjlok.
“Sangat keberatan sekali karena harga terlalu tinggi, kami menjual juga bingung. Kalau dinaikin dibilangnya mahal, kalau enggak naik harga produksinya enggak sesuai,” ucap dia.
Ketua Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti) Kabupaten Bekasi, Teguh membenarkan keluhan yang disampaikan para pengrajin. Untuk itu, 500 pengrajin anggota koperasi memilih mogok.
“Kacang terlalu mahal di pengrajin jadi terlalu berat, di pasaran jadi memberatkan konsumen. Maka kami berinisiatif mogok agar pemerintah memperhatikan, supaya bagaimana pemerintah bergerak,” kata dia.
Pada Agustus lalu, kata Teguh, harga kedelai hanya Rp 8.000 per kilogram. Kemudian harga berlanjut naik Rp 9.000 hingga Rp 10.000 pada akhir tahun. Rupanya tersebut makin melonjak pada awal tahun hingga Februari ini.
Teguh sendiri mengaku bingung menjual kedelai ke pengrajin karena harganya terus naik. “
“Melonjak kencang ini pas masuk Februari. Hampir setiap belanja, harganya selalu naik. Saya bingung untuk kasih harga pengrajin soalnya harganya terus naik. Sehari naiknya bisa dua kali. Buka pagi harga sekian, giliran siang kami kudu buka harga beda lagi,” ucap dia.
Teguh mengaku bingung penyebab naiknya harga kedelai, soalnya pasokan tidak pernah kekurangan. Saat ini, kata dia, koperasi memiliki stok kedelai sebanyak 30 ton untuk kebutuhan beberapa hari ke depan.
“Stok ini bisa habis dua sampai tiga hari, karena kan barang terus bergerak. Setiap hari belanja terus, nyambung terus. Stok tidak habis hanya keluar masuk saja. Makanya ini stok ada tapi kenapa harga naik,” ucap dia.
Teguh berharap, kondisi ini segera ditangani pemerintah. Pasalnya, jika dibiarkan banyak pengrajin yang gulung tikar.
“Sekarang saja sudah ada beberapa pengrajin yang katanya mau istirahat dulu, pulang kampung dulu karena kan harganya sekarang sudah susah. Maka kami harap sekarang bisa didengar pemerintah,” ucap dia. (arb/pr)